MISTERI BUAYA DI SUNGAI SERAYU

MISTERI BUAYA DI SUNGAI SERAYU




Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Tengah telah melakukan assessment terkait penemuan buaya anakan di sungai Serayu, Desa Pucang Kecamatan Bawang Banjarnegara.

Tim BKSDA telah mengecek kondisi buaya itu dan lokasi penemuan di sungai Serayu. Tim juga meminta keterangan langsung kepada orang yang menemukan buaya tersebut, Bakhtiar Yoga Pratama, warga Desa Pucang Rt 03 Rw 11.

Polhut BKSDA Jateng Endi Suryo mengatakan, lokasi penemuan di sungai Serayu Desa Pucang memang layak menjadi habitat buaya muara. Tetapi pihaknya belum pernah menerima laporan ada buaya yang pernah hidup di sungai Serayu sebelumnya.

Lokasi sungai tempat penemuan buaya berdekatan dengan bendungan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Mrica yang berbatasan dengan tiga wilayah Kecamatan, yaitu Kecamatan Bawang, Wanadadi, dan Banjarmangu, serta berbatasan langsung dengan tujuh desa.

Untuk menarik kesimpulan terkait keberadaan buaya di sungai itu, pihaknya masih butuh keterangan yang lebih lengkap dari lapangan.

Pihaknya masih akan mengumpulkan informasi dari warga di desa-desa sekitar sungai Serayu untuk mendapatkan data lebih lengkap.

"Perlu waktu untuk pengumpulan bahan dan keterangan di desa-desa sekitar agar informasi yang didapatkan lebih jelas,"katanya, Jumat (18/5)

Dari keterangan masyarakat Desa Pucang, pihaknya mendapati cerita, empat tahun silam, ada warga yang pernah menjumpai seekor buaya besar yang sedang berada di air.

Pihaknya saat ini baru melakukan survei ke masyarakat Desa Pucang.

Masih ada enam desa lain di sekitar sungai Serayu yang akan jadi target survei selanjutnya agar informasi lebih lengkap.

Menurut Endi, kondisi alam sungai Serayu di lokasi penemuan memungkinkan buaya untuk hidup, meskipun dalam sejarahnya Serayu bukanlah habitat buaya muara.

Saat penelitian masih berjalan, pihaknya mengimbau kepada masyarakat sekitar sungai Serayu untuk lebih berhati-hati saat beraktivitas di sungai.

Pihaknya pun telah berkordinasi dengan Muspika Bawang dan pemerintah desa setempat terkait perlunya sosialisasi tersebut.

"Perlu sosialisasi ke masyarakat untuk berhati-hati saat aktivitas di sungai," katanya

Muasal buaya anakan itu hingga sekarang masih menjadi misteri.

Mungkinkah satwa itu peliharaan yang lepas dari pemiliknya, atau satwa liar yang menghuni sungai Serayu?

Endi enggan berandai-andai terkait itu.

Pihaknya masih butuh kajian lebih lengkap, termasuk mengumpulkan informasi dari masyarakat untuk mengungkap tabir itu.

Di sisi lain, pihaknya mengimbau masyarakat, khususnya penghobi reptil yang mengoleksi satwa liar buaya agar segera menyerahkannya ke negara.

Bagaimanapun, buaya merupakan reptil buas yang saat besar atau dewasa bisa sangat berbahaya.

"Apalagi kalau mereka tidak bertanggung jawab dengan membuang atau melepasliarkan di tempat-tempat umum tanpa izin," katanya.

Sebagaimana diketahui, seorang pemancing berhasil menangkap buaya anakan dari sungai Serayu Desa Pucang Banjarnegara, beberapa hari lalu.

Penangkapan itu berawal saat pancing yang dipasang untuk menjerat ikan, malah menjerat seekor buaya muara anakan sepanjang 70 cm.

Pemancing kemudian menyerahkan reptil itu ke Taman Rekreasi Marga Satwa (TRMS) Serulingmas Banjarnegara untuk dipelihara di tempat tersebut.

Pawang buaya asal Banyumas Fatah Arif Suyanto menjelaskan, buaya punya daya jelajah yang jauh.

Predator itu bisa berbulan-bulan bermigrasi dari habitat aslinya ke tempat lain hingga ratusan kilometer.

Insting buaya, menurut dia, selalu mencari tempat yang menyimpan ketersediaan pakan, serta menjauhi manusia.

Jadi, tidak mengherankan jika ada kemunculan buaya di sungai Serayu, meskipun letaknya jauh dari muara.

Tetapi, melihat buaya tangkapan pemancing yang masih anakan itu, dengan berat sekitar 3 kilogram, Fatah menyangsikan buaya anakan itu mampu bermigrasi sejauh itu.

"Tapi kalau buayanya sekecil itu, untuk migrasi sulit. Jadi ada kemungkinan lain,"katanya

Ada banyak kemungkinan terkait muasal kemunculan buaya anakan itu.

Bisa jadi, buaya itu hewan peliharaan yang lepas dari pemiliknya.

Kemungkinan lain, buaya anakan itu adalah anak dari buaya indukan yang belum diketahui keberadaannya di sungai tersebut.

Jika demikian, buaya anakan itu tidak sendirian.

Buaya indukan rata-rata bisa menghasilkan sampai 50 telur dalam sekali penetasan.

Dari jumlah itu, minimal 10 telur berhasil ditetaskan hingga lahir koloni anak buaya.

"Kalau itu hasil penetasan, pasti ada koloninya, tidak mungkin cuma satu,"katanya

Menurut Fatah, perlu penelitian lebih lanjut untuk memastikan kebenaran hipotesa tersebut.

Di antaranya, dengan mendengar kesaksian atau cerita-cerita yang berkembang di masyarakat sekitar sungai Serayu mengenai keberadaan buaya di tempat tersebut.

"Apakah masyarakat sekitar pernah melihat kemunculan buaya di sungai itu sebelumnya. Perlu dilihat kronologinya juga," katanya. (*)

Komentar

Postingan Populer